Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan jumlah kasus terbanyak
di dunia, sekaligus penyebab kematian terbesar. Sebagian besar
penderita baru terdeteksi setelah memasuki stadium lanjut karena
rendahnya tingkat kesadaran untuk periksa kesehatan.
”Apalagi tidak ada gejala kanker payudara yang khas,” kata dr Samuel
Haryono, ahli bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jumat
(28/8) di Jakarta. Dengan terapi sejak dini, angka harapan hidup jauh
lebih tinggi, bahkan kecacatan akibat operasi bisa dihindari.
Data dari RS Dharmais pada lima tahun terakhir menyebutkan, angka
kejadian kanker payudara menempati urutan pertama, 32 persen, dari total
jumlah kasus kanker. Dari total penderita kanker payudara, 40 persen
berobat pada stadium awal, 30 persen dari total jumlah penderita kanker
terdeteksi stadium lanjut lokal, dan dari kelompok ini, 30 persen dengan
metastasis.
Metastasis merupakan proses ketika sel kanker dapat melepaskan diri
dari tumor utama, masuk ke pembuluh darah, ikut bersirkulasi dalam
aliran darah, dan tumbuh di jaringan normal yang jauh dari tumor
asalnya. ”Pada kanker payudara, metastasis paling umum terjadi pada
organ-organ vital, seperti paru-paru, hati, tulang, bahkan otak,”
ujarnya.
”Ada lima fase reaksi emosional penderita ketika diberi tahu
menderita kanker yang sudah lanjut,” kata dr Maria Astheria Wijaksono,
ahli perawatan paliatif dari RS Kanker Dharmais. Fase pertama adalah
penderita menyangkal kenyataan, lalu marah terhadap kenyataan yang
dihadapi, diikuti fase menimbang-nimbang, dan diliputi depresi. Setelah
fase ini berlalu, akhirnya pasien sadar dan menerima kenyataan.
Konsultan hematologi-onkologi medik dari RS Kanker Dharmais, dr Asrul
Harsal, menambahkan, pengobatan dilakukan berdasarkan perjalanan
penyakit. Pada stadium satu hingga 3A, yang dianggap kankernya masih
lokal, biasanya dilakukan tindakan operasi dan sering ditambah
radioterapi atau penyinaran.
Keputusan pemberian kemoterapi setelah operasi pada stadium awal
dilakukan berdasarkan faktor risiko, seperti ukuran tumor, keterlibatan
kelenjar, reseptor hormonal, agresivitas tumor, serta menyusupnya
sel-sel ke pembuluh darah dan getah bening. Sejumlah kondisi yang tak
dibolehkan mendapat kemoterapi adalah infeksi, jumlah sel darah putih
kurang, kondisi pasien buruk, dan kondisi psikologis. Juga perlu
diperhatikan efek samping kemoterapi, seperti mual dan muntah, sariawan,
gangguan buang air besar, kebotakan, dan nyeri sendi.
Blog Subscription
Search this blog
Pengikut
Lencana Facebook
Popular Posts
-
Sering kali kalangan awam dibingungkan dengan istilah obstetri dan ginekologi. Istilah ini menyangkut cabang ilmu kedokteran yang mempel...
Halaman
Mengenai Saya
Arsip Blog
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar